(1 Pilih)

Dancing Water Fountain

Evan Febrian Januari 28, 2019

Dancing Water Fountain

Oleh: Evan Febrian

 

7. EvanLibur semester satu dimulai dari tanggal 16 Desember 2018-1 Januari 2019. Hari pertama liburan, kegiatan di sekitar rumah saja. Pagi ini rencananya bersepeda bersama teman-teman.

“Ma, Evan mau bersepeda bersama teman-teman. Boleh?” tanyaku pada Mama sambil meminta ijin.

“Ya, Anak. Hati-hati ya! Jangan pulang terlalu sore!” jawab Mama.

“Iya, Ma. Terima kaish. Evan berangkat dulu. Assalaamu’alaikum,” pamitku. Aku pun segera memacu sepeda menemui teman-temanku.

Ternyata aku datang paling akhir. Di tempat yang telah kami rencanakan, Andi dan Ringgo sudah stanby. Tak perlu waktu lama, kamipun berangkat. Hanya berkeliling saja. Sawah hijau membentang yang indah menjadi pemandangan di sekeliling kami. Jalanan sawah sudah mulus dengan cor beton. Tak ada jalanan berlumpur. Kecuali tercebur sungai kecil yang jadi saluran irigasi.

Pagi sampai siang kami bersepeda. Sesekali berhenti untuk minum. Kami sudah menyiapkan diri dengan membawa minuman dalam botol. Entah berapa kilometer jalan yang sudah kami tempuh. Andi sudah menyerah.

“Van, Nggo, pulang yuk! Aku sudah lelah dan lapar,” tiba-tiba Andi mengentikan sepeda dan berteriak. Wajahnya terlihat lelah. Kaosnya pun basah dengan keringat.

“Ya, aku juga sudah lelah,” timpal Ringgo sambil agak tersengal napasnya.

Segera kami arahkan setang sepeda menuju jalan pulang. Memang betul bersepeda seharian melelahkan. Tapi sangat mengasyikkan.

Sesampai di rumah aku mandi dan menunggu waktu salat zuhur. Setelah salat, Ayah, Kakak, dan Mama telah menungguku di meja makan untuk makan siang. Setelah makan siang aku bermain game memakai telepon genggamku. Aku pun tertidur dengan pulas tanpa sadar telepon genggam terlepas dari tangan.

Hari kedua libur semester satu. Kami sekeluarga pergi ke rumah nenek. Nenek tinggal di Kendal. Di rumah nenek sudah ada adik sepupuku dari Gunung Pati. Selama di rumah nenek, aku bermain dengan mereka. Bersepeda, sepakbola dan yang paling seru bermain petak-umpet. Saat itu yang menjadi penjaga atau penghitung adalah sepupuku. Aku berlari mencari tempat persembunyian. Akhirnya aku putuskan bersembunyi di semak-semak. Sepupuku tidak berhasil menemukan persembunyianku.

Tiba-tiba ada semut merah masuk kedalam celanaku. Tidak hanya merayap namun menggigit kemaluanku. Aku pun tak sadar langsung berteriak.  

“Aduuuh!” teriakku kesakitan sambil meloncat keluar dari semak-semak. Sepupuku pun langsung menangkapku. Kena deh. Aku pun menjadi penjaga selanjutnya. Aku menyerah, sebab masih merasa kesakitan akibat gigitan semut. Setelah kuperiksa di dalam kamar, ternyata memar kemerahan. Rasanya panas dan gatal. Langsung kuolesi dengan minyak tawon milik nenek.

Hari keenam libur sekolah. Aku pergi ke Saloka Park bersama keluargaku dan adik sepupuku. Namanya Zufar. Dalam perjalanan dari Demak-Semarang terjadi kemacetan yang cukup panjang. Kata ayah, jalur ini memang sering macet. Semarang sering kebanjiran akibat rob dari air laut. Kami pun harus sabar menunggu. Sebagaimana tulisan yang ada di bagian belakang bak truk. Yen ora sabar mabura (Kalau tidak sabar, terbanglah). Mana mungkin! Mobil kami tidak bersayap.

Untuk menghindari macet ayah mengambil jalur lewat jalan tol. Ayah pun baru teringat dengan kartu e-tol-nya. Khawatir saldo tidak cukup. Sekarang di setiap gerbang tol hanya melayani pembayaran nontunai. Jika saldo kurang atau tidak membawa kartu e-tol maka gerbang tidak mau membuka.

Alhamdulillah, saldo masih cukup. Ayah kemudian menepikan mobil di rest area untuk topup kartu e-tolnya. Rest area ini sangat luas. Ada masjid yang besar. Beberap minimarket. Bahkan beberapa coffe ber-merek luar negeri juga ada. Tempat pengisian bahan bakar juga tersedia dengan banyak pompa. Sebelum kami tiba, ternyata sudah banyak mobil dari berbagai kota memarkir kendaraannya.

Selama perjalanan ayah tidak bisa lepas dari telepon cerdas-nya. Ayah membutuhkan bantuan google map untuk bisa sampai ke Saloka. Maklum di mobil ayah belum terpasang alat pencari lokasi yang sudah terintegrasi. Beberapa kilometer sebelum Saloka kami mampir ke warung makan. Saya memesan ayam goreng dan es teh manis. Kata Mama makanan di luar lokasi wisata lebih murah dibandingkan di dalam lokasi wisata. Mama memang orang yang cermat. Tipe penabung yang baik. 

Selesai makan kami kembali melanjutkan perjalanan yang sudah dekat jaraknya. Sesampainya di Saloka, ayah mencari tempat parkir. Setelah ayah memarkirkan mobilnya, kami menunggu mobil jemputan untuk menuju ke lokasi. Dapat dibayangkan luasnya tempat parkir.

Setelah sampai di lokasi, Mama membeli tiket masuk untuk lima orang. Harga tiket per orang Rp120.000,00. Mahal sekali, ya. Setiap hari libur sekolah dan weekend harga tiket lebih mahal. Tiket normal biasanya Rp 96.000,00/orang untuk weekday.  

Sebelum masuk ke wahana, kami memutuskan untuk salat asar dulu. Setelah salat kami masuk ke wahana rumah hantu. Antrian untuk masuk kesana lumayan panjang. Tiba giliran kami untuk masuk. Di dalam rumah hantu jalannya berliku-liku. Menurutku kurang meyeramkan. Tidak ada kejutan-kejutan yang mampu membuatku menjerit ketakutan. Yang menegangkan ketika kami mau keluar. Kami kebingungan karena harus memilih pintu keluar yang banyak sekali. Alhamdulillah akhirnya kami bisa keluar.

Kami melanjutkan ke wahana berikutnya yaitu, roller coaster. Naik roller coaster memang memacu adrenalin kami. Kami pun dapat berteriak sekeras-kerasnya. Sesampai di bawah, ternyata celana sepupuku basah. Hehehe. Ternyata dia ketakutan sampai terkencing-kencing. Seru pokoknya!

Wahana Cakrawala semacam komidi putar yang sangat besar. Berkali-kali lebi besar dari yang ada di Demak. Itupun hanya ada setahun sekali. Peristiwa besaran. Momen ini dilaksanakan satu pekan jelang Idul Adha dan satu pekan sesudahnya. Hanya itu hiburan bagi warga Demak satu tahun sekali.  

WhatsApp Image 2019 01 25 at 16.13.00

Dari wahana Cakrawala kami dapat menikmati pemandangan indahnya Rawa Pening dan Gunung Ungaran. Selain itu wahana yang menarik adalah dancing water fountain atau air mancur menari. Air mancur ini menari mengikuti irama musik. Ketika suara musik lembut air mancur menari meliuk-liuk segemulai penari tarian jawa. Air mancur menyembul dan memancar tinggi ketika musik menghentak keras. Air mancur menari ini dapat dinikmati di kawasan Arena Jenju.

Setelah puas menjelajahi semua wahana yang ada, kami memutuskan pulang. Pengalaman liburan kali ini, tidak akan mudah kulupakan. Semoga liburan yang akan datang aku mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan.

Baca 2143 kali